Oleh : Musri Nauli
Tidak dapat dipungkiri, menikmati perjalanan mudik juga merasakan jalan tol, jalan yang layak ataupun juga harus menikmati jalan yang berlubang, kecil dan melambatkan kendaraan.
Ketika menuju ke Danau Toba melewati Pekanbaru, Jalan Jambi hingga batas Riau relatif dapat dikebut. Bahkan praktis persneling 5 dapat dipacu dengan santai.
Sensasi masih dirasakan melewati Tembilan, Keritang, Pangkalan Kerinci. Jalur yang biasa dikenal sebagai “lintas timur”.
4-5 jam menjelang masuk ke Pekanbaru, suasana jalan mulai sempit. Selain arus padat, melewati kota-kota sehingga merasakan perjalanan mulai melambat, pasar tumpah menjelang bedug memaksa harus ikut antrian.
Namun hingga ke Pekanbaru, jarak 448 km dengan waktu tempuh normal mencapai 10,5 jam, relatif jalan mulus. Relatif Mudah dinikmati.
Walaupun jalan Tol Jambi – Rengat – Pekanbaru belum selesai, namun menjelang akhir selesainya jalan tol, relatif jalan Masih bisa ditempuh dengan nyaman.
Setelah dari Pekanbaru ke arah Sumut (menuju Danau Toba), hanya 120 km jalan tol.
Keluar dari tol, langsung dengan jalan trans lintas Timur yang khas. Jalurnya Kecil, bergelombang dan penuh dengan sesaknya kendaraan.
Belum lagi kendaraan sepeda motor yang lalu lalang tanpa memperhatikan Kendaraan.
Bahkan tidak jarang mereka nyaris mengambil beda jalur.
Cukup bedegub jantung melewati jalannya.
Memasuki batas Riau – Sumut, nah, itu dia.
Selain jalur semakin sempit, banyak lubang, jalannya terlalu dekat dengan jualan di Pinggir jalan.
Persis melewati jalan-jalan kecamatan.
Jalur ini sempat ada perbaikan sana-sini. Namun praktis, selain kendaraan yang panjang antrian juga melewati kota-kota yang padat.
Praktis kendaraan sama sekali tidak dapat dipacu.
Jalur ini terus dirasakan hingga melewati Aek Kanopan, Tanjung Balai. Bahkan harus mengambil jalan pintas. Melewati jalan Sawit PT. Lonsum (London Sumatera). Perusahaan yang menjadi ikonik di Sumatera Utara.
Keluar dari Porsea menjelang Prapat, walaupun jalannya sedikit kecil, namun kendaraan dapat dipacu.
Ketika ke Bukittinggi yang dikenal sebagai jalan Trans Sumatera bagian Tengah, selain jalannya kecil, melewati perbukitan, perkampungan yang padat dengan rumah di kiri-kanan jalan, jalannya juga harus pelan-pelan.
Banyak sekali lubang-lubang yang mesti diwaspadai.
Praktis, jalan Parapat ke Bukittinggi hanya 500 km yang seharusnya bisa ditempuh 13 jam bisa memakan 18 jam.
Berbeda dengan Bukittinggi – Padang – Painan yang jalannya mulus dibumbuhi aspal hotmix membuat lebih nyaman menikmatinya.
Apabila dilihat dari jalan antara Jambi, Riau, Sumut dan Sumbar, hanya di daerah Sumut yang jalannya yang memang menyita waktu.
Selain belum ada perbaikan yang signifikan, jalannya yang harus melewati kota-kota, terjebak di pasar tumpah bahkan “seakan-akan” jalan seperti di Kecamatan membuat energi menjadi terkuras.
Bandingkan dengan Jalan di Riau yang relatif baik namun karena harus melewati kota-kota yang membuat kendaraan tidak bisa dipacu lebih cepat.
Sedangkan di Sumbar, selain jalannya relatif baik, lebar bahkan sebagian besar aspal hotmix membuat tenang menikmati perjalanan.
Selain juga pemandangan yang indah di sepanjang jalan.
Dari perjalanan mudik yang menempuh berbagai Provinsi di Sumatera kemudian mengajarkan dan memberikan pemahaman kepada saya.
Siapa yang mengurus daerahnya sehingga jalan relatif baik. Atau siapa yang mengabaikan pembangunan jalan yang justru menguras energi.
Pelajaran ini sekaligus mengajarkan kepada saya.
Siapa yang mengurus jalan maka dialah yang pantas menjadi Pemimpin kita.
Discussion about this post