JAKARTA,RJ.com – Indeks kemerdekaan pers (IKP) tahun 2022 naik 1,86 poin dibanding posisi 2021, menjadi 77,88. Ini bermakna kehidupan pers di Indonesia cukup bebas. Hasil ini mempertahankan tren kenaikan sejak lima tahun terakhir, 2018 – 2022.
Kalimantan Timur (83,78), Jambi (83,68), dan Kalimantan Tengah (83,23) membukukan nilai IKP tertinggi. Sedangkan Papua Barat (69,23), Maluku Utara (69,84), dan Jawa Timur (72,88) berada di ranking tiga besar terendah.
Dikutip pada laman resmi Dewan Pers, Ninik Rahayu Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi menjelaskan, apabila kemerdekaan pers semakin menguat, niscaya kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin demokratis akan pula semakin meningkat.
“Indikator kebebasan media alternatif dan kebebasan mempraktikkan jurnalisme mengalami penurunan tipis, masing-masing (-2,05 poin) dan (-0,08 poin). Sedangkan indikator etika pers mengalami kenaikan terbesar, 4,47 poin,” tulisnya.
Meski tipis, Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) 2022 memperlihatkan kenaikan. Capaian ini telah berlangsung sejak 2018. Ini artinya, pers cukup bebas untuk menyuarakan aspirasi dan pemberitaan. Walau demikian, kasus-kasus kekerasan dan intimidasi terhadap insan pers masih saja terjadi di beberapa daerah.
Berikut ini hasil survei IKP 2022 yang dilakukan Dewan Pers selama Januari hingga Desember 2021.
1.Indeks Kemerdekaan Pers 2022 secara nasional memperlihatkan kenaikan. Dari hasil survei yang dilakukan Dewan Pers sepanjang Januari hingga Desember 2021 di 34 provinsi di Indonesia, diperoleh IKP 2022 secara nasional sebesar 77,88.
Dengan demikian telah terjadi kenaikan 1,86 poin dibandingkan IKP pada 2021. Selama lima tahun terakhir ini (2018-2022) IKP secara nasional terus menunjukkan kenaikan.
IKP sebesar 77,88 itu mengindikasikan, bahwa pers nasional berada dalam kondisi ‘cukup bebas’ untuk mengekspresikan informasi dan berita yang disajikan.
2. Survei itu juga mencatat tiga provinsi dengan nilai IKP tertinggi, yakni Kalimantan Timur (83,78), Jambi (83,68), dan Kalimantan Tengah (83,23). Sedangkan tiga provinsi dengan nilai IKP terendah adalah Papua Barat (69,23); Maluku Utara (69,84); dan Jawa Timur (72,88). Sedangkan IKP untuk wilayah DKI Jakarta berada sedikit di atas IKP nasional, yakni 79,42.
3. Meski IKP secara nasional memperlihatkan kenaikan, namun kasus kekerasan terhadap wartawan masih terjadi di beberapa wilayah. Ini menjadikan keprihatinan bagi Dewan Pers. Sepanjang tahun 2021, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat adanya kekerasan pers yang tersebar di 19 provinsi dengan jumlah 55 kasus. Jumlah kasus ini menurun dibandingkan yang terjadi selama tahun 2020, yaitu 117 kasus. Sedangkan AJI Indonesia mencatat 43 kasus kekerasan di tahun 2021. Jumlah kasus ini sedikit menurun dibandingkan tahun 2020.
4. Kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara secara demokratis. Jika kemerdekaan pers semakin menguat, maka hal ini menjadi salah satu indikasi terjadinya peningkatan kehidupan berdemokrasi.
5. Hal lain yang menjadi perhatian Dewan Pers adalah soal kesejahteraan insan pers. Hasil survei IKP tahun 2022 menunjukkan ada 12 provinsi yang mendapatkan nilai indikator tata kelola perusahaan yang baik berada di bawah nilai 70,00. Nilai rendah pada indikator ini terutama disebabkan oleh subindikator wartawan mendapat paling sedikit 13 kali gaji setara upah minimum provinsi (UMP) dalam satu tahun, dan jaminan sosial lainnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 03/Peraturan DP/X/2019 tentang Standar Perusahaan Pers.
Kenyataannya, secara rata-rata tata kelola perusahaan pers di 12 provinsi itu masih belum memenuhi harapan. Kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung selama tahun 2021 memunculkan situasi ekonomi yang Siaran Pers IKP 2022: Pers Nasional “Cukup Bebas” sulit pada perusahaan pers akibat menurunnya pendapatan iklan sehingga berdampak pada tidak optimalnya pemenuhan kesejahteraan insan pers.
6. Penyusunan IKP nasional ini menggunakan metode penelitian campuran (mixed methods), yaitu: (1) metode kuantitatif dengan instrumen berupa kuesioner yang berisi pernyataan yang harus dijawab oleh informan ahli; dan (2) metode kualitatif berupa wawancara mendalam kepada informan ahli dan penyelenggaraan FGD.
7. Penilaian IKP diberikan oleh narasumber ahli pers, yaitu informan ahli (IA) yang jumlahnya 10 orang di setiap provinsi, dan anggota National Assessment Council (NAC) di FGD nasional yang jumlahnya 10 orang. Pada tiga kondisi lingkungan, yakni lingkungan fisik dan politik punya bobot penilaian sebesar 50,21% (terdiri dari sembilan indikator), lingkungan ekonomi dengan bobot penilaian sebesar 23,59% (terdiri dari lima indikator),dan lingkungan hukum dengan bobot penilaian sebesar 26,21% (terdiri dari enam indikator).
8. Hasil survei IKP 2022 menunjukkan bahwa sebanyak 25 provinsi mendapat nilai di bawah 70,00 pada pernyataan “peraturan di daerah ini mewajibkan media massa untuk menyiarkan berita yang dapat dicerna oleh penyandang disabilitas, seperti penderita tunarungu dan tunanetra.
Pernyataan ini berada pada indikator perlindungan hukum bagi penyandang disabilitas. Padahal negara telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Dalam Pasal 24 Ayat 2 UU tersebut, dinyatakan bahwa para penyandang disabilitas berhak untuk mendapatkan informasi dan berkomunikasi melalui media yang mudah diakses.
Beragam kendala dalam memenuhi hak akses penyandang disabilitas atas informasi melalui media secara mudah. Permasalahannya bukan hanya ketiadaan peraturan pemerintah daerah, namun juga dipengaruhi oleh faktor lain, seperti keterbatasan sumber daya manusia (SDM), teknologi, biaya, dan kesadaran media di daerah. (DP)
Discussion about this post