RJ.com – Ratusan sopir truk angkutan batu bara melancarkan aksi di lapangan depan Kantor Gubernur Jambi, Senin (13/12/2021).
Sebagian spanduk dengan pernyataan keluhan, dan tuntutan terpasang di beberapa mobil. Dari sana diketahui para sopir meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jambi untuk merevisi batas tonase batu bara sebesar 8 ton.
Mereka juga meminta sinkronisasi antara dinas perhubungan (dishub), timbangan perusahaan tambang dengan timbangan pelabuhan. Permudah dan perbanyak kir kendaraan. Evaluasi jam operasional truk angkutan batu bara.
“Kami ingin sejahtera seperti rakyat lainnya. Jam operasional balik ke lama lagi, jangan dari pukul 18.00 WIB hingga ke 06.00 WIB. Kalau ngantuk bisa kecelakaan. Sedangkan razia setiap hari. Maunya jam dibebaskan,” kata Edo Saputra merupakan sopir truk angkutan batu bara.
Tidak hanya itu, kata Edo, para sopir juga ingin kenaikan ongkos jasa angkutan batu bara. Jangan sampai membawa pulang uang hanya sebesar Rp 58.000 sampai Rp 80.000.
“Kalau ongkos kita tidak ada perubahan. Boleh angkutannya 8 ton, tapi ongkosnya disesuaikan. Kalau sekarang Rp 100.000 per ton,” ujarnya.
Para sopir truk tidak keberatan jika batas tonasenya lebih rendah dibandingkan 8 ton. Namun, kebijakan ini harus disesuaikan dengan jasa angkutan.
“Tonase 8 ton sekarang dapatnya berkisar Rp 58.000. Pulang tidak dapat jatah. Itulah kami minta tolong dengan Gubernur Jambi,” kata Deki Anggara merupakan koordinator aksi.
Deki Menyebutkan, pihaknya ada yang berada di Rumah Dinas Gubernur untuk mengikuti rapat persoalan angkutan batu bara.
“Tadi ada perwakilan dari kami sebanyak 15 orang. Kalau hasil tidak memuaskan, kami demi lagi,” tuturnya.
Sumantri, sopir angkutan batu bara meminta kebijakan yang adil untuk pihaknya, hingga seluruh rakyat Indonesia.
“Sedangkan kami sering dirazia di jalan, dan menyebabkan kemacetan. Dan kalau mau menetapkan batas tonase itu harus berlaku di seluruh angkutan, maupun CPO, angkutan cangkang sawit dan lain,” katanya.
Ia menyampaikan kadang dirinya meninggalkan uang senilai Rp 58.000 untuk. Istrinya. Kadang pula sebesar Rp 80.000.
“Itu kadang macet di jalan, dan di lokasi timbangan. Jadi, kami mengangkut selama 3 hari. Sedangkan bagaimana mungkin Rp 80.000 untuk 3 hari,” pungkasnya.(GA)
Discussion about this post