RJ.com – Indonesia terus menguji coba bahan bakar (BBM) berkelanjutan yang menggunakan bahan terbarukan. Kini, Indonesia tengah menguji coba bahan bakar bensin dari kelapa sawit.
Pemerintah bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan uji coba pembuatan bensin dengan minyak sawit industri (Bensa) skala demo plant. Bensa berkualitas tinggi ini akan menjadi parameter untuk penyusunan Feasibility Study (FS) dan Detail Engineering Design (DED) untuk produksi Bensa yang direncanakan berkapasitas 238,5 kilo liter (kl) per hari yang akan dibangun di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan dan Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
“Hari ini saya berkesempatan melihat langsung proses dari crude palm oil (CPO) ke bensin, ide ini sudah lama diinisiasi oleh Institut Teknologi Bandung, Profesor Subagjo dan teman-teman, dan kemudian dua tahun yang lalu kita dorong supaya bisa di-scale up dari hasil skala laboratoriumnya, ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, dalam keterangan tertulisnya.
Dari skala pilot plantnya yang ada sekarang ini 1.000 liter umpan per hari, itu sudah bisa dihasilkan juga bahan bakar Bensa yang pada saat katalisnya masih segar bisa menghasilkan bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) 115, bahan bakar yang berkualitas tinggi,” lanjut dia.
Disebutkan, bensin dari minyak sawtit atau Bensa ini mampu menghasilkan energi berkualitas tinggi. Bahan bakar ini juga sudah sesuai dengan tuntutan zaman, di mana masyarakat dunia sudah lebih peduli dengan penggunaan energi yang ramah lingkungan. Tuntutan ke depan, lanjut Arifin, memang harus menggunakan energi yang bersih, energi yang bisa terbarukan. “Untuk itu langkah ini sudah tepat, tinggal bagaimana kita melaksanakanya agar proyek ini memiliki nilai komersial yang kompetitif,” ungkap Arifin.
Menurutnya, Bensa merupakan salah satu jenis bahan bakar nabati yang perlu didorong pengembangannya oleh pemerintah. Ini perlu dilakukan untuk mencapai kemandirian energi dengan mengurangi impor, baik Bahan Bakar Minyak (BBM) maupun LPG, yang membebani keuangan negara.
“Kita sendiri harus berusaha untuk bisa mandiri di bidang-bidang yang menjadi kebutuhan bangsa kita, misalnya seperti energi, kita mempunyai sumber energi yang beragam yang belum dimanfaatkan. Kita punya batubara, sawit dari hasil perkebunan, kita upayakan untuk bisa ditingkatkan produksinya, kalau tidak, maka kita akan menjadi negara yang tergantung impor. Berapa banyak devisa yang harus kita keluarkan dan berapa banyak biaya subsidi yang harus kita alokasikan,” terang Arifin.
“Saat ini bensa masih tahap pilot project, masih butuh perjuangan yang panjang untuk menuju tahap komersial. Tetapi dari skala laboratorium, dari pilot plant, tentunya kita sudah bisa mengambil parameter-parameter penting bagaimana menuju ke arah skala produksi yang komersial,” lanjut Arifin.
“Jadi kita sampaikan kepada tim ITB untuk terus semangat mempercepat proses-proses percobaan dan kemudian juga kita bisa memikirkan ke depannya menjadi skala komersial yang memang bisa dimanfaatkan bukan hanya di dalam negeri, mudah-mudahan juga bisa diekspor ke luar negeri,” lanjutnya.
Sementara itu, Demo Plant Bensa menjadi unit produksi bensin sawit yang mengkonversi minyak sawit industrial (Industrial Vegetable Oil/IVO) menjadi bensin sawit melalui proses perengkahan yang dikembangkan oleh Pusat Rekayasa Katalisis ITB (PRK ITB), Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalis ITB (LTRKK ITB) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Subagjo. Proses konversi IVO menjadi bensin sawit dilaksanakan dalam reaktor menggunakan katalis berbasis zeolite yang juga dikembangkan oleh PRK ITB dan LTRKK ITB.
Sumber bahan baku demo plant berasal dari tandan buah sawit yang diutamakan dari program replanting kebun rakyat, yang untuk uji coba ini berasal dari Kabupaten Musi Banyuasin. (Den)
Discussion about this post