RJ.com – Pemilik Sertifikat Hak Milik (SHM) sebidang tanah di SK 22 Rantaurasau I, Kabupaten Tanjab Timur, atas nama Subandrio, Dedi Muntoha tegas mengatakan bahwa tanah seluas 1 hektare itu tidak dijual.
Pernyataan ini disampaikan Dedi, menjawab postingan akun Fatma di grup Facebook “Jual Beli Rantaurasau”, yang menjual tanah tersebut melalui media sosial.
“Kami adalah pemilik sah tanah di SK 22 itu dengan dasar SHM atas nama Subandrio. Ayah saya membeli tanah tersebut ke Pak Subandrio tahun 1996 lalu. Dengan begitu, klaim tanah itu oleh orang lain dengan dasar kepemilikan surat-surat lain adalah bodong,” kata Dedi.
Dipaparkan Dedi, dalam postingan itu Fatma menyatakan bahwa tanah itu dijual dengan bukti kepemilikan Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Jabung, Pengadilan Tinggi Jambi, dan Putusan MA. Dedi menjelaskan, surat-surat yang disebutkan itu bukan bukti kepemilikan. Resikonya besar bagi orang yang tetap nekat membeli tanah dengan surat-surat itu.
“Bahaya bagi mereka yang membeli tanah tanpa surat resmi (SHM). Dimana-mana, dasar kepemilikan tanah itu sertifikat. Bukan surat-surat lain, bukan juga surat keputusan pengadilan dan Mahkamah Agung. Sampai hari ini sertifikat kami masih sah. Tiap tahun kami bayar pajak (PBB) atas nama Subandrio,” kata Dedi lagi.
Fatma yang menjual tanah itu, saat dihubungi, telah mengakui kekhilafannya, dan memutuskan untuk mundur dari urusan itu.
“Untuk lahan di SK 22 yang saya di minta tolongkan untuk mengelola dan mengurus lahan tersebut, sy sampaikan tidak menjadi urusan saya, seusai komunikasi saya pada hari Senin pada siang hari,” tulis Fatma melalui pesan WhatsApp.
Sebelumnya dia mengaku disuruh mengelola dan menjual tanah itu oleh Sugeng. Sugeng adalah salah satu anak Dullah Riyanto yang menggugat kepemilikan tanah di SK 22 itu.
Dalam gugatannya pada 2005, Dullah Riyanto mengklaim tanah mereka di lokasi itu seluas 63 x 250 meter. Ukuran tanah seluas itu masuk sampai ke tanah pihak lain atas nama Cabang.
Kepala Desa Rantaurasau I Deni Permana yang dihubungi, mengatakan, tanah tersebut memang sengketa, dan sejauh ini diketahuinya masih belum selesai persoalannya.
“Setahu saya, pada 2013 lalu, eksekusi yang dilakukan olen PN Tanjabtim, bukan eksekusi sita, tapi eksekusi pembacaan putusan MA. Pajak Bumi Bangunan (PBB) setahu saya masih atas nama Subandrio,” kata Deni dihubungi melalui telepon, beberapa waktu lalu.
Dedi Muntoha menegaskan, jika masih ada yang menjual atau memasuki lahan tersebut, apalagi sampai menggarap tanah itu, maka pihaknya akan melaporkannya ke polisi dengan tuduhan penyerobotan lahan.
“Kami akan laporkan siapa saja yang menjual, menggarap, termasuk yang nekat membeli tanah kami itu ke Polres Tanjab Timur atas kasus penyerobotan lahan,” pungkas Dedi.
(*/red)
Discussion about this post