RJ.COM – Wakil Ketua I DPRD Provinsi Jambi, Ivan Wirata, menyoroti kondisi fiskal daerah yang dinilai semakin terbatas di tengah meningkatnya kebutuhan pembangunan dan belanja publik. Menurutnya, kapasitas fiskal Provinsi Jambi saat ini masih sangat bergantung pada dana transfer pemerintah pusat.
“Kalau melihat angka rasionalisasi kita, hanya sekitar Rp5,4 triliun. Pendapatan utama masih ditopang dana bagi hasil, seperti batubara, kelapa sawit, dan participating interest 10 persen dari PetroChina,” ujar Ivan, Selasa (28/10/2025).
Ivan menjelaskan bahwa total APBD Provinsi Jambi tahun ini sekitar Rp3,7 triliun, dengan porsi pendapatan asli daerah (PAD) yang masih tergolong kecil. Ia mengatakan potensi pendapatan dari nilai ekonomi karbon (BioCF) sebenarnya cukup besar, namun kontribusinya belum optimal.
“PAD kita terbatas, apalagi setelah kebijakan baru terkait pajak kendaraan bermotor yang kini lebih banyak menjadi kewenangan kabupaten/kota. Kita kehilangan sekitar Rp220 miliar,” jelasnya.
Situasi tersebut, menurut Ivan, menjadi tantangan bagi Pemerintah Provinsi Jambi untuk memperkuat sumber pendapatan alternatif, terutama dari sektor batubara. Ia menilai sektor tersebut masih memiliki potensi signifikan untuk mendukung pendapatan daerah, namun belum terserap maksimal akibat belum tuntasnya pembangunan jalan khusus angkutan batubara.
“Perusahaan tetap beroperasi dan membayar kewajiban eksplorasi, tetapi akses jalannya belum jelas. Tiga jalan khusus batubara yang direncanakan harus diselesaikan karena berkaitan langsung dengan potensi dana bagi hasil,” tegasnya.
Ia memaparkan bahwa dari potensi produksi batubara mencapai 35 juta ton, Provinsi Jambi seharusnya bisa memperoleh sekitar Rp400 miliar dari dana bagi hasil. Namun realisasi saat ini baru sekitar Rp125 miliar.
“Selisih Rp300 miliar itu sangat berarti untuk pembiayaan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan pekerja daerah,” katanya.
Ivan juga menekankan pentingnya ketegasan dalam tata kelola transportasi batubara serta memastikan seluruh perusahaan menjalankan izin dan kewajiban sesuai ketentuan.
“Selama izinnya masih berlaku, perusahaan wajib membayar dan berproduksi sesuai aturan. Tapi penegakan aturan juga harus jelas. Pertanyaannya sekarang, siapa yang tidak amanah dalam menjalankannya,” ujarnya.
Selain pendapatan yang belum optimal, Ivan menyoroti tingginya angka kecelakaan dan kemacetan akibat antrean truk batubara di sejumlah ruas jalan. Ia menyebut masalah tersebut muncul karena lemahnya pengawasan dan belum siapnya jalur alternatif.
“Akhirnya terjadi penumpukan beban, sementara infrastrukturnya belum mendukung. Harus ada ketegasan dan komitmen semua pihak,” tegasnya.
Ivan menyampaikan bahwa beberapa perusahaan seperti PT SAS dan PT Ayong telah menunjukkan komitmen untuk mematuhi aturan. Ia berharap seluruh pelaku usaha memiliki sikap yang sama.
“Kalau semua pihak konsisten menjalankan aturan dengan benar, itulah hasil akhir yang kita harapkan,” pungkasnya. (Adv)

















Discussion about this post